GLOBALSULTENG.COM, PALU – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng) menetapkan 2 orang tersangka Warga Negara Asing (WNA) asal China terkait kasus tambang ilegal di Vatutela, Kelurahan Tondo, Kota Palu.
Dirreskrimsus Polda Sulteng Kombes Pol Bagus Setiawan mengatakan, kedua pelaku asal China itu berinisial LJ (62) dan ZX (62).
Menurut Bagus, aktivitas tambang ilegal itu dilaksanakan di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Palu Citra Mineral (CPM).
Baca juga: Pilkada 2024, Bawaslu Palu Bentuk Tim Khusus Pemantau ASN di Media Sosial
“Ada laporan dari pihak perusahaan (CPM), saat kami turun kelapangan, ada kegiatan pertambangan tanpa izin yang dilakukan WNA,” ucapnya, Selasa (4/6/2024).
Kata Bagus, sistem pertambangan yang dilakukan kedua WNA ini yakni menggunakan perendaman dan tidak melakukan sianida.
“Jadi dia menggunakan hidrogen peroksida dan asam hipoklorit, saat itu kami juga dapatkan laboratorium mini untuk pengolahan pertambangan yang mereka lakukan,” ujarnya.
Baca juga: Deretan Temuan Bawaslu Palu Tahun 2020, Berpotensi Terulang di Pilkada 2024
“2 WNA yang berhasil kami tangkap dan ditetapkan tersangka ini adalah teknisi dan labotoris (teknisi laboratorium),” tambahnya.
Adapun barang bukti yang berhasil disita berupa, 3 alat berat excavator, 20 tong plastik, 4 unit mesin alkon, 3 batang pipa paralon, 1 set alat uji sample, 1 buah jeringen 30 liter berisi bahan kimia hidrolik acid 32 persen dan 1 jerigen berisi hidrogen peroksida.
Selain itu, 2 buah selang pipa warna biru dan orange, 52 karung isi karbon dengan total kerugian negara mencapai Rp 11 miliar.
Baca juga: PKB Sulteng Dukung Anwar Hafid-Reny Lamadjido di Pilkada 2024, Dewan Syuro Sebut Hasil Kajian
Lebih lanjut, Direskrimsus Polda Sulteng masih melakukan penyelidikan terkait pemodal dari pertambangan tersebut.
“Kasus ini masih dalam pengembangan terkait dengan siapa saja yang terlibat dalam tambang ilegal di Tondo Palu itu,” tuturnya.
Baca juga: Polda Sulteng: 18 Catar Akpol Gagal Ketahap Selanjutnya Gegara Hal Ini
Atas perbuatannya, pelaku disangkakan dengan pasal 158 junto pasal 161 UU RI nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU RI nomor 4 tahun 2009 terkait dengan pertambangan mineral dan batu bara dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau denda Rp 100 miliar.