Sebenarnya, keluarga korban pelecehan seksual menginginkan bahwa kasus itu berlanjut hingga ke persidangan. Karna mengingat keluarganya (vendor RRI Palu) yang mempertemukan, sehingga kasus itu di damaikan.
“Kalau soal uang, papaku tidak pernah minta uang, cuman pelaku sendiri yang buka suara, jadi papaku bilang kalau begitu saya pukul (selesaikan) di adat saja, jadi maunya pelaku selesaikan sampai disitu , kalau waktu kedua kali ketemu ada saya, tapi dikamar nanti disuruh tandatangan baru saya dipanggil, jadi kan disitu juga saya punya pemikiran masih kacau, saya lihat juga uang Rp 25 juta itu,” katanya.
Saat ditandatangani surat perdamaian itu, dirinya mengaku ke Polresta Palu dengan tujuan mencabut laporan.
Tetapi, kata korban aparat kepolisian menyebutkan bahwa tidak semudah itu mencabut laporan.
“Dia bilang tidak semudah itu cabut laporan, besoknya saya datang lagi, saya bilang pak bagaimana kasus ini, tetap lanjut atau bagaimana, dia jawab iya tetap lanjut, katanya penyidik soal pencabutan laporan cuman untuk meringankan hukumannya, tetap lanjut ke hukum, tapi tiba-tiba kemarin dia telvon saya, katanya kasus sudah selesai setelah dipertimbangkan dari atasan sudah sampai disitu saja, jadi saya berpikir kok bisa padahal dia yang bilang langsung, makanya itu saya heran,” ucapnya.
Dia menambahkan, penyidik berinisial RD juga sempat menyatakan bahwa jika keberatan langsung bertemu dengan dirinya.
“Karna dia bilang, kalau mau dihargai, ya hargai juga karna disini ada prosedurnya tidak segampang itu, jadi saya punya pikirian ah tidak betul ini, ada sesuatu berarti, karna dia sendiri yang bilang kalau soal pencabutan sudah damai itu cuman untuk meringankan pelaku punya hukuman saja,” ujarnya.
Diketahui, kasus ini dilaporkan koban ER (23) pada tanggal 25 Januari 2024 dengan nomor laporan LP-B/132/I/2024/SPKT Polresta Palu/Polda Sulteng.
Dalam laporan itu dijelaskan, terduga pelaku awalnya memanggil ke rumahnya yang berada di Jl Kartini pada Selasa 23 Januari 2024 sekitar pukul 10.00 wita.












