GLOBALSULTENG.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) temukan ‘Mark Up Bill Hotel’ hasil audit laporan seluruh Pemerintahan yang ada di 13 Kabupaten Kota.
Hal itu diungkapkan Kepala BPK Perwakilan Sulteng Binsar Karyanto saat acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD 13 Kabupaten/Kota se-Sulteng, Senin (27/5/2024).
Menurut Binsar, hasil audit di 13 Kabupaten Kota itu ditemukan bukti pertanggungjawaban hotel yang tidak sebenarnya (tidak sesuai dengan anggaran yang ditetapkan).
“Menggunakan bukti pertanggungjawaban hotel yang tidak sebenarnya,” ucapnya.
Kata Binsar, temuan tersebut telah dimuat dalam buku II yaitu Laporan Hasil Pengawasan (LHP) atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tiap Kabupaten dan Kota.
“Permasalahan (temuan) itu telah dimuat dalam buku pengawasan atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tiap Kabupaten dan Kota,” ujarnya.
Meski begitu, BPK Sulteng tidak menjelaskan secara detail hasil pemeriksaan terkait Mark Up Bill Hotel tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Kepala BPK Perwakilan Sulteng Binsar Karyanto menyebut ada beberapa permasahalaan (temuan) signifikan yang terjadi di Pemerintah Kabupaten/Kota.
Beberapa temuan yang didapatkan seperti pengelolaan aset tidak tertib dan pembayaran belanja pegawal tidak sesuai ketentuan.
Baca juga: Menilik Peluang Anwar Hafid-Reny Lamadjido di Pilkada Sulteng 2024
“Kesalahan penganggaran yang berulang setiap tahun, pengelolaan program gercep gaskan berdaya yang diinisasi oleh pemerintah provinsi untuk Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa penyimpangan,” tuturnya.
Kemudian, terkait ketidaksesuaian kualitas dan volume jalan dengan kontrak yang menimbulkan kelebihan pembayaran pada beberapa kasus berindikasi kecurangan (fraud).
Disisi lain, permasahalaan (temuan) yang masif yaitu terkait perjalanan dinas tidak sesuai dengan nyatanya (tumpang tindih) dan realisasi pembayaran perjalanan dinas melebihi ketentuan.
“Masalah pengelolaan PAD seperti pendataan Wajib Pajak (WP) Daerah belum optimal, penetapan yang tidak sesuai ketentuan dan penagihan tidak optimal, pajak retribusi belum dapat di realisasikan serta masih berupa potensi yaitu Pajak MBLB, PPJ atas Listrik yang dihasilkan sendiri,” jelasnya.
Kata Binsar, adanya juga temuan pembayaran honorarium yang tidak sesuai dengan Peraturan Perpres Nomor 33 Tahun 2020-Perpres Nomor 53 tahun 2003.
Dia menambahkan, Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan standar harga satuan dengan peraturan kepala daerah menyebabkan ketidaksesuaian honorarium yang dibayar dengan ketentuan perpres tersebut.