GLOBALSULTENG.COM, PALU – Masjid Raya Baitul Khairaat Sulteng akhirnya berdiri megah dan resmi digunakan setelah diresmikan dalam prosesi bersejarah yang mempertemukan tiga generasi Gubernur Sulawesi Tengah, pada Kamis (4/12/2025).
Gubernur Sulteng Anwar Hafid memimpin langsung peresmian, didampingi dua Gubernur sebelumnya, Longki Djanggola (2016–2021) dan Rusdy Mastura (2021–2025).
Ustaz Abdul Somad turut menyaksikan penandatanganan prasasti yang menjadi penanda rampungnya pembangunan masjid termegah di Sulteng tersebut.
Ribuan jamaah yang memadati halaman masjid larut dalam suasana haru ketika ketiga gubernur berdiri bersama di depan bangunan besar berarsitektur modern-nusantara itu.
Momen tersebut dinilai sebagai simbol persatuan dan keteguhan masyarakat Sulteng yang bangkit dari tragedi 2018.
Ustaz Abdul Somad (UAS) bahkan menyebut peristiwa itu sebagai kejadian langka.
“Saya sudah berceramah di banyak tempat, dan baru malam ini saya melihat tiga gubernur hadir bersama dalam satu peresmian masjid, ini luar biasa,” ucap Ustad Abdul Somad.
Kemudian, Gubernur Anwar Hafid mengatakan bahwa Masjid Raya Baitul Khairaat bukan sekadar bangunan megah, tetapi manifestasi ikhtiar masyarakat Sulteng untuk meraih keberkahan.
Masjid senilai Rp375 miliar itu dibangun sepenuhnya dari kontribusi rakyat melalui pajak daerah. Sehingga, masjid ini merupakan milik seluruh masyarakat sulteng.
Dalam kesempatan tersebut, Anwar Hafid juga memberikan penghargaan kepada dua Gubernur pendahulu yang mengambil peran penting dalam pembangunan masjid.
Longki Djanggola disebut sebagai inisiator pembangunan ulang pascagempa 2018, sementara Rusdy Mastura melanjutkan konstruksi hingga mencapai tahap matang.
Baca juga: Aktivis Lingkungan Desak Gubernur Anwar Hafid Bertindak atas Maraknya PETI di Parigi Moutong
“Biasanya, kalau pemimpinnya ganti, kebijakan juga ikut berubah, tetapi pembangunan masjid ini justru menjadi contoh kesinambungan yang luar biasa,” ujarnya.
Anwar Hafid memastikan pemerintah daerah akan mengambil peran penuh dalam pengelolaan masjid agar tetap terawat dan bermanfaat bagi umat.
Pemerintah juga membuka akses penggunaan masjid untuk berbagai kegiatan keagamaan, termasuk akad nikah.
Dalam tausiyahnya, UAS menyoroti hal lain yang menurutnya tak kalah penting yaitu sikap sejuk Gubernur Anwar Hafid yang menjaga masjid sebagai ruang persatuan, bukan arena politik.
UAS mengaku sempat bertanya tentang warna sorban dan busana penyambutan yang diberikan kepadanya, apakah itu mengandung simbol partai tertentu. Namun ia mendapat penjelasan bahwa tidak ada warna politik yang dibawa ke masjid.
“Beliau tidak membawa warna partai, yang dibawa ke masjid adalah La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, ini pelajaran besar bagi kita semua,” tuturnya.
Dia menambahkan, bangunan masjid boleh megah, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat memakmurkannya.
“Masjidnya sudah berdiri, tugas kita adalah meramaikan dengan shalat berjamaah,” jelasnya.
Masjid Raya Baitul Khairaat bukan hanya menjadi pusat ibadah baru, tetapi juga ikon kebanggaan Sulteng yang telah tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Masjid ini digadang-gadang sebagai salah satu karya monumental yang lahir dari kesinambungan kepemimpinan tiga periode gubernur.












