GLOBALSULTENG.COM, PARIMO – Anggota Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dedi Askari, mendesak Gubernur Sulteng Anwar Hafid, untuk segera mengambil langkah tegas terkait dugaan maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Lambunu, Taopa dan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
Aktivitas tambang ilegal itu kembali terpantau di Desa Karya Mandiri, Lambunu, Taopa Utara, Gio Barat, hingga Desa Lobu.
Menurut Dedi, situasi ini menunjukkan bahwa penertiban pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) selama ini belum berjalan efektif.
“Harapan masyarakat, gubernur bisa menghentikan aktivitas ilegal ini karena sangat merugikan lingkungan dan masa depan daerah,” ucap Dedi, Selasa (2/12/2025).
Dedi menilai PETI telah menimbulkan kerusakan ekosistem secara masif, mulai dari hutan yang gundul, sungai yang tercemar, hingga bentang alam yang berubah drastis.
Dia mengingatkan bahwa kerusakan semacam ini berpotensi menimbulkan bencana ekologis, seperti yang belakangan terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
“Apakah harus menunggu bencana baru kita sadar, Ini harus dicegah sejak dini,” ujarnya.
Dedi menyatakan, pembiaran aktivitas tambang ilegal memiliki konsekuensi besar bagi daerah. Ia merinci empat dampak utama:
-Kerusakan lingkungan: hutan rusak, sungai tercemar, hilangnya keanekaragaman hayati.
-Kerugian negara: hilangnya potensi pajak dan royalti tambang.
-Konflik sosial: benturan antara pendatang dan masyarakat lokal, serta perselisihan antara penambang ilegal dan pemilik lahan.
-Turunnya kepercayaan publik: citra aparat penegak hukum merosot karena dinilai tidak bertindak.
Baca juga: Warga Lingkar Tambang Poboya Demo PT CPM, Desak Penciutan Lahan untuk WPR
Dedi menyebut pemerintah seharusnya tidak kesulitan menindak para pelaku PETI. Ia mempertanyakan mengapa pemeriksaan dan pemanggilan saksi tidak segera dilakukan.
“Mestinya sudah dilakukan tindakan. Apa susahnya memanggil dan memeriksa orang-orang itu, tapi hal itu tidak dilakukan, kenapa,” tuturnya.
Dia menilai sebagian pihak justru menggunakan jabatan untuk meraup rente tanpa memikirkan konsekuensi ekologis. Padahal, alam memiliki cara sendiri memberi peringatan.
“Orang seperti itu lupa soal murkah alam dan murkah Allah. Tidak butuh waktu lama, alam bisa mengambil paksa apa yang mereka miliki,” ujar Dedi.
Untuk menghentikan PETI di Parigi Moutong, Dedi meminta pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan APH meningkatkan koordinasi dan komitmen. Ia mengusulkan beberapa langkah:
-Penambahan sumber daya dan sarana pengawasan di titik rawan PETI.
-Penegakan hukum tegas terhadap semua pelaku, termasuk aktor yang membekingi aktivitas ilegal.
-Koordinasi lintas instansi yang lebih kuat.
-Pelibatan masyarakat dalam pemantauan lapangan.
-Proses hukum yang transparan dan akuntabel.
Sebagai mantan Ketua Komnas HAM Sulteng dan mantan Deputi Direktur Walhi Sulteng, Dedi menekankan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus mengutamakan keberlanjutan, bukan keuntungan segelintir orang.
“Kekayaan alam Parigi Moutong harus dinikmati secara berkelanjutan oleh masyarakat, bukan dikuasai segelintir orang melalui aktivitas ilegal,” jelasnya.












