GLOBALSULTENG.COM, PALU – Gubernur Sulteng Anwar Hafid menyebut bahwa efisiensi penggunaan anggaran dan peningkatan kualitas pendidikan merupakan dua pilar utama dalam upaya menekan angka kemiskinan di daerah.
Hal tersebut disampaikan dalam rapat koordinasi bersama Wakil Gubernur dr. Reny A. Lamadjido, Sekdaprov Novalina, dan Kepala Perwakilan BPKP Sulteng Agus Yulianto di Ruang Polibu, Kantor Gubernur Sulteng, Rabu (15/10/2025).
Dalam arahannya, Gubernur Anwar meminta seluruh perangkat daerah untuk memahami dan menerapkan semangat “Sembilan Berani”, terutama dalam aspek keberanian melakukan efisiensi fiskal agar belanja pemerintah benar-benar memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
Baca juga: Wagub Reny Optimis Inflasi Sulteng Terkendali Jelang Nataru, Fokus Tekan Harga Beras dan Telur
“Belanja program harus murni untuk rakyat, bukan habis untuk perjalanan dinas atau kegiatan seremonial. Kalau dari seratus miliar anggaran hanya tiga puluh miliar yang dirasakan masyarakat, berarti ada yang salah. Kita ingin APBD memberi manfaat langsung bagi mereka yang membutuhkan,” ucapnya.
Kata Anwar Hafid, efisiensi bukan berarti memangkas pelayanan, melainkan menata ulang postur fiskal agar setiap rupiah anggaran berdampak nyata bagi rakyat.
Ia juga meminta penyusunan APBD 2026 dilakukan lebih cermat, berorientasi pada hasil, dan tidak hanya fokus pada penyerapan anggaran.
“Efisiensi itu artinya memastikan setiap belanja pemerintah memberi hasil nyata, bukan sekadar laporan kegiatan,” ujarnya.
Anwar Hafid menyoroti rendahnya angka kelanjutan pendidikan di Sulteng, terutama dari tingkat SMP ke SMA. Berdasarkan data, masih banyak siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
“Kita harus tahu berapa anak tamat SMP yang tidak lanjut ke SMA, dan kenapa. Kalau karena biaya, pemerintah sudah bantu lewat BOSDA dan beasiswa,” tuturnya.
Ia menargetkan rata-rata lama sekolah di Sulteng meningkat dari 9 tahun menjadi 12 hingga 13 tahun pada 2026.
Menurutnya, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan menjadi faktor utama yang secara langsung menurunkan tingkat kemiskinan.
“Daerah dengan rata-rata lama sekolah tinggi terbukti memiliki angka kemiskinan rendah. Itu sudah dibuktikan lewat riset BPS,” jelasnya.
Gubernur Anwar juga menyoroti lambatnya pembaruan data kemiskinan di aplikasi 6NG milik Kementerian Sosial. Ia menilai proses validasi yang memakan waktu berbulan-bulan menyebabkan ketidaksesuaian antara data penerima bantuan dengan kondisi lapangan.
“Masih ada penerima bantuan yang sudah meninggal dunia tapi datanya belum dihapus. Idealnya, sinkronisasi data bisa selesai dalam satu-dua minggu saja,” kata Anwar Hafid.
Untuk mengatasi hal itu, ia mengusulkan agar Dinas Sosial, Bappeda, BPS, dan perwakilan Kemensos duduk bersama dalam satu forum guna menyatukan dataset kemiskinan daerah.
Langkah ini diharapkan membuat intervensi pengentasan kemiskinan lebih akurat dan tepat sasaran.
Gubernur juga memberikan apresiasi kepada BPKP Sulteng atas pendampingan dan pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan program pemerintah daerah.
Ia menyebut teguran dan kritik dari lembaga pengawas justru merupakan bentuk perhatian agar pemerintah terus berbenah.
Baca juga: Pansus DPRD Sulteng Rapat Reinventarisasi Aset Daerah, Tersebar di Enam Provinsi
“Kita harus bersyukur kalau ada yang menegur. Itu tandanya kita disayangi. Lebih baik dimarahi karena ingin kita maju, daripada dipuji tapi dibiarkan salah,” pungkasnya.
Menutup arahannya, Anwar Hafid meminta Bappeda dan Dinas Pendapatan Daerah segera menjadwalkan pertemuan dengan para bupati dan kepala dinas terkait untuk membahas kemandirian fiskal daerah.
Pertemuan itu akan melibatkan BPS, BPKP, dan unsur Kementerian Keuangan sebagai langkah memperkuat basis pendapatan dan mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan.