GLOBALSULTENG.COM, PALU – Keberadaan adat di Tanah Kaili terus mendapat perhatian serius dari para tokoh adat dan budaya di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Rencana pelaksanaan ritual adat di wilayah tambang Poboya mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, dengan harapan tradisi ini tetap menjaga keseimbangan antara budaya, keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Wakil Ketua Badan Musyawarah Adat Sulteng Timudin DG Mangera Bauwo menyebut bahwa pentingnya pelestarian adat sebagai bagian dari nilai-nilai budaya yang harus dijaga bersama.
Timudin berharap pelaksanaan ritual adat di Poboya dapat berlangsung dengan baik tanpa mengabaikan prinsip-prinsip adat dan keharmonisan sosial.
“Saya harap ritual adat yang akan dilaksanakan di wilayah tambang Poboya dapat berjalan dengan baik dan tetap menjaga marwah adat, serta menjaga keseimbangan antara tradisi, keamanan, dan kenyamanan masyarakat,” ucapnya, Minggu (23/2/2025).
Terkait kehadiran PT Citra Palu Mineral (CPM) di wilayah Poboya, Timudin menilai bahwa sepanjang pelaksanaan kegiatan adat tidak mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, maka tidak ada masalah.
Timudin mengingatkan bahwa perusahaan harus melibatkan masyarakat lokal dalam operasionalnya guna meningkatkan kesejahteraan warga di sekitar tambang.
“CPM mendapat restu dari pemerintah, tetapi jangan lupa untuk melibatkan dan memprioritaskan masyarakat lokal agar taraf ekonomi mereka meningkat, jangan sampai terjadi benturan kepentingan,” ujarnya.
Lebih lanjut, penyelesaian perkara adat harus dilakukan melalui lembaga adat dengan pendekatan restorative justice.
Setiap persoalan adat akan ditangani secara berjenjang mulai dari tingkat desa, kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota dan provinsi.
Prinsip “Masintuwu kita maroso, morambanga kita marisi” yang berarti bersama kita kuat, bersama kita kokoh harus terus dipegang dalam menjaga harmoni sosial di tengah masyarakat Kaili.
Disisi lain, Tokoh muda pemerhati budaya dan adat Kota Palu Mehdiantara Datupalinge menyampaikan, adat mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya maupun spiritual.
Mehdiantara Datupalinge menekankan bahwa pelaksanaan adat yang tidak memperhatikan prinsip keharmonisan dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak hubungan sosial yang telah terjalin.
“Menjaga marwah adat dalam pelaksanaan ritual sangat penting sebagai penyeimbang antara tradisi, keamanan dan kenyamanan masyarakat luas,” tuturnya.
Mehdiantara Datupalinge menambahkan, tradisi adat harus dilaksanakan dengan memperhatikan norma-norma adat yang berlaku.
Baca juga: Pertina Sulteng Resmi Dipimpin Muhammad Fathur Razaq, Target Bawa Atlet ke Kancah Internasional
“Mengutip pepatah Kaili nemo ledo nturona ni potubona berarti adat harus dijaga bersama oleh seluruh elemen masyarakat agar tetap murni dan lestari,” jelasnya.
Sebagai informasi, Badan Musyawarah Adat Sulteng membawahi 12 kabupaten/kota, 175 kecamatan, 175 kelurahan dan 1.842 desa.
Dengan cakupan yang luas, keamanan dan kenyamanan adat harus tetap dijaga oleh seluruh elemen masyarakat demi keberlanjutan budaya Kaili.












